Di tengah serbuan gawai dan akses internet yang mudah, anak-anak di Indonesia menghadapi tantangan baru. Meskipun gawai bisa menjadi sumber pengetahuan dan keterampilan, kehadirannya juga membawa risiko seperti kecanduan dan paparan konten negatif. Namun, di sebuah sekolah jauh di Kabupaten Bandung Barat, ada solusi yang menarik: permainan tradisional.
Medan Laga yang Penuh Tawa
Hamparan tanah merah di depan Sekolah Dasar Negeri Cibungur kelas jauh Cijuhung menjadi tempat bermain yang penuh semangat. Garis-garis putih dari lebu atau abu dapur membagi lapangan kecil menjadi area permainan yang terstruktur. Empat belas murid SD terpencil ini mulai memasuki medan laga, dibagi menjadi dua tim masing-masing 7 orang.
Dua siswa perwakilan dari tiap tim melakukan suten atau mengundi dengan mengadu jari untuk menentukan siapa yang akan mulai bermain terlebih dahulu. Setelah itu, anggota tim yang menang suten masuk ke garis paling awal, sedangkan tim yang kalah bertugas menjaga setiap garis agar tidak bisa ditembus lawan.
Gelak tawa mulai terdengar saat para penjaga mulai kebobolan atau garis mereka bisa ditembus. Ketika satu garis berhasil dibobol, garis dan penjaga lainnya telah menanti. Seorang guru memberi peringatan kepada murid yang terburu-buru: "Tong sologoto (Jangan terburu-buru)."
Manfaat Permainan Tradisional
Permainan tradisional seperti galah atau galasin tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memiliki banyak manfaat. Ivan Abdurrahman Juniato, seorang guru di sekolah tersebut, menjelaskan bahwa permainan ini bermanfaat untuk motorik dan belajar bekerja sama. Selain itu, para siswa dituntut untuk berlari, menggerakkan tangan, serta fokus dalam bermain.
Permainan tradisional ini juga membantu siswa lebih sehat dan mengurangi penggunaan gawai. Dibandingkan terus-menerus memegang ponsel untuk bermain game atau berselancar di media sosial, bermain permainan tradisional jauh lebih menyenangkan dan sehat.
Keterlibatan Siswa SMP
Tidak hanya siswa SD, beberapa siswa SMP Satu Atap Rimbakarya kelas jauh Cijuhung juga ikut bermain galah. Mereka melaksanakan aktivitas belajar di bangunan SDN Cibungur kelas jauh Cijuhung karena lokasi sekolah yang terpencil dan berbatasan langsung dengan Cianjur.
Muhammad Rizki, seorang siswa kelas VI SD kelas jauh, mengaku lebih memilih bermain permainan tradisional seperti galah daripada menggunakan gawai. Menurutnya, bermain galah jauh lebih menyenangkan daripada bermain game di ponselnya.
Edukasi Literasi Digital
Meskipun penggunaan gawai dibatasi, Ivan Abdurrahman tetap memperkenalkan dunia internet kepada siswanya. Pengenalan ini disertai edukasi tentang keamanan dan upaya menangkal konten negatif. Salah satu cara yang digunakan adalah memutar video YouTube melalui akses internet di sekolah menggunakan komputer jinjing dan proyektor.
Video tentang gejala alam atau bencana alam membantu siswa memahami pelajaran yang diajarkan. Selain itu, Ivan juga menyampaikan pesan-pesan tentang konten yang bermanfaat dan buruk kepada siswanya.
Peran Orangtua dalam Mendidik Anak
Peran orangtua juga sangat penting dalam mendidik anak-anak. Dalam pertemuan sekolah dengan orangtua siswa, guru menyampaikan pentingnya pengelolaan gawai. Ivan meminta orangtua untuk ikut mengawasi dan mendampingi anak-anaknya saat bermain gawai dan mengakses internet.
Solusi yang Sederhana tapi Efektif
Solusi menciptakan ruang digital yang ramah anak tidak perlu jauh-jauh. Kearifan lokal seperti permainan tradisional anak bisa menjadi jawabannya. Dengan menggabungkan antara teknologi dan budaya lokal, anak-anak dapat tumbuh sehat dan cerdas di era digital.

